Refleksi Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1939, 28 Maret 2017
MAHALNYA KEDAMAIAN
Oleh: I Gusti Bagus Arjana
Semua orang, semua bangsa di dunia bahkan semua mahluk menghendaki kehidupan yang damai, rukun tanpa konflik. Agama-agama diturunkan kedunia untuk mewujudkan kedamaian yang sangat mulia itu.
Hari raya Nyepi datang lagi, tahun ini berdekatan dengan hari raya Galungan. Umat Hindu memperingati dengan beberapa rangkaian kegiatan sosial dan spiritual, pada hakekatnya melaksanakan ajaran Tri Hita Karana (Bhagawad Gita III:10). Filosofi Trihita Karana (3 sumber kebahagiaan) yakni: dialog, hubungan dengan Prajapati, Tuhan (Parahyangan), dialog dengn sesama sebagai Praja, manusia (Pawongan), dan hubungan manusia dengan Kamadhuk yakni alam, lingkungan (Palemahan). Jadi Nyepi mewujudkan kebahagiaan yang bersumber dari ketiga hubungan/dialog itu. Jika semua ciptaanNYA atas dasar prakarsa manusia, merasakan kebahagiaan niscaya kedamaian tercipta.
Umat Hindu di NTT, terutama yang bermukim di kota Kupang, antara lain menyelenggarakan: kerja bakti kebersihan, menanam pohon , donor darah, bantuan sembako pada keluarga kurang mampu dan
janda/duda di Taman Nostagia pada Minggu 19 Maret, pengobatan gratis di LP Penfui, dan Melasti (prosesi pawai ke laut di pantai Pasir Panjang, pada 25 Maret, Kirab yang mengarak Ogoh-Ogoh pada 27 Maret diikuti organisasi pemuda lintas agama lengkap dengan Barongsai dan Naga Atoin Meto. Kirab ini dilepas di depan kantor Walikota oleh Walikota Kupang dan sekaligus upacara Taur Kesanga, di lapangan POLDA NTT. Upacara ini untuk mendoakan, memohon keselamatan jagad, dunia beserta semua mahluk ciptaanNYA. Puncak Nyepi 28 Maret, libur nasional dan Ngembak Geni melakukan simakrama (silaturahmi) keluarga dan 8 April 2017 melaksanakan Dharmasanthi. Nyepi tahun ini berdekatan dengan Hari Raya Galungan, pada tanggal 5 April 2017.
Makna Nyepi adalah mendoakan, menyerukan terwujudnya kedamaian, sedangkan Galungan Untuk merayakan kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan), segala sifat buruk dan kejahatan manusia. Dua makna hari raya ini sesungguhnya saling berkaitan, karena kedamaian akan terwujud bila segala perilaku hidup manusia di bumi ini didasarkan pada dharma atau kebenaran yang hakiki.
Nyepi Dan Kedamaian.
Tulisan ini lebih menyorot makna Nyepi, tujuannya adalah beryadnya (berkurban) mendoakan alam semesta, dunia untuk tercapainya kedamaian. Pada kenyataannya kedamain itu mahal, sulit terwujud di dalam diri kita, di rumah tangga kita, di masyarakat di negara kita bahkan rasa damai di bumi. Konflik pribadi, menimbulkan ketidakdamaian dalam diri karena pertentangan antara keinginan dan norma sosial, norma agama. Konflik rumah tangga merenggut kedamaian karena konflik kepentingan, perbedaan pendapat di antara anggota keluarga. Konflik di masyarakat dapat timbul karena perbedaan, demikian juga kehidupan suatu negara. Kedamaian hilang karena konflik kepentingan, konflik ideologi, ketidakadilan, diskriminasi, hubungan antar kelompok, hubungan antar agama yang disharmoni.
Kini banyak negara di dunia, seperti di beberapa negara di Timur Tengah, Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin dan banyak lagi di wilayah lain berkonflik bahkan perang. Konflik karena perbedaan suku, agama, antar golongan (SARA). Konflik juga muncul dalam internal agama karena perbedaan mazab atau aliran berbalu politik yang diwarnai ambisi berkuasa. Warga negara tidak damai lagi di negaranya sendiri, kini banyak menjadi pengungsi ke banyak negara Eropa yang kebanyakan agama berbeda. Kadang penulis bertanya kepada diri sendiri, kapan penganut-penganut agama-agama itu berperan menciptakan perdamaian yang sejati?, baik internal agamanya maupun antar agama. Di negeri sendiri sumber konflik yang diakibatkan oleh mencuatnya isu SARA yang berbalut politik menjadi isu actual dan potensial.
Di tengah merayakan Nyepi mari saling mengingatkan bahwa kedamaian itu sejatinya pertama dan utama ditumbuhkan dalam diri, di rumah tangga, terlebih dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Empat pilar kehidupan berbangsa, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal IKa, dan NKRI tidak perlu disangsikan lagi karena mampu mengelola pluralisme, kebhinekaan, mereduksi fanatisme dan radikalisme.
Selain rangkaian HR Nyepi yang telah dikemukakan, kegiatan spiritual kerohanian pada puncak hari Nyepi 28 Maret 2017 ini adalah Catur Berata Penyepian yakni: Amati karya, tidak melakukan aktivitas/kerja. Amati lelanguan, mengendalikan emosi, tidak menyelenggarakan hiburan, pesta fora. Amati geni, tidak menyalakan api/lampu. Sehari setelah Nyepi yakni pada Selasa 28 Maret 2017. Keesokan harinya dikenal sebagai hari Ngembak Geni, aktivitas kehidupan mulai dilakukan, pada hari ini juga dilakukan Simakrama atau silaturahmi, saling bersalaman, saling berkunjung.
Semua kegiatan dan pernak-pernik Nyepi diliputi suasana dan memancarkan keindahan, pertunjukan seni termasuk pawai Ogoh-Ogoh sebagai ritual memerangi kejahatan dan nafsu angkara murka manusia merupakan cara yang hakiki mewujudkan kedamaian.
Menurut para Seniman, pancaran seni dengan segala keindahan mampu melunakkan kebencian, seni melembutkan kebringasan. Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan dan tokoh pejuang yang menentang apartheid menyerukan: “Mengubah dendam menjadi pengampunan, kebencian menjadi persahatan, kecurigaan menjadi kepercayaan, perbedaan menjadi kekayaan hidup bersama”. Bahkan Bung Karno, dalam sebuah percakapan dengan RM P. Sosrokartonon (kakak kandung RA Kartini) mengatakan: “Saya melawan Politik Belanda, tetapi seni memerintahkan saya untuk tidak membeci orang Belanda” (Agus Dermawan T,Kompas,30Nov. 2016). Dalam rangka refleksi Nyepi, biarlah dialog kita sesuai ajaran Tri Hita Karana ikut mewujudkan Santhi lan Jagadhita (damai dan sejahtera di bumi) agar kedamaian tidak menjadi barang mahal.
(I Gusti Bagus Arjana, Guru Besar Undana, Ketua Koalisi Kependudukan Prov. NTT).
- Details
- Category: Artikel
- Published: 02 May 2017
- Hits: 3177