NYEPI,  EARTH HOUR DAN RADIKALISME
Oleh : Prof. Dr. I Gusti Bagus Arjana, M.S.
• Guru Besar  Universitas Nusa Cendana, Kupang,
• Ketua Paruman Walaka PHDI Provinsi NTT.

Dimodifikasi dari Hikmah Nyepi, Perayaan Dharma Santhi Nyepi, Tahun Saka 1937
Kampus Universitas Nusa Cendana,  Kupang, 16 April 2015

Ringkasan
Tema ini nampak relevan dengan kondisi berbangsa akhir-akhir yang terasa galau,  diakibatkan oleh harga BBM naik diikuti harga kebutuhan pokok, berbagai produk makanan dipalsukan, minuman dioplos, penegakkan hukum yang tak kunjung tegak, kegaduhan politik. Dunia menghadapi ancaman  global climate change   dan potensi tumbuhnya gerakan radikalisme. Peringatan Konfrensi AA yang ke 60, di mana konferensi itu melahirkan Dasasila Bandung dan Gerakan Non Blok. Gebrakan Presiden Soekarno kala itu laksana membangkitkan bangsa-bangsa di dua benua itu untuk bangkit dari tidurnya, namun kini dua benua itu kondisinya sangat ironi, masih banyak memliki sudut-sudut gelap berupa kemiskinan, tragedi kependudukan, kelaparan, keterbelakangan. Teror dan gerakan radikalisme di Nigeria, Kenya, Sudan, peperangan dan kekerasan di negara-negara Timur Tengah, seperti Suriah, Irak, Yaman, Afganistan, Pakistan.
Terorisme yg berkaitan dengan agama dan kekerasan sektarian terjadi di seperlima dari 198 negara yg disurvei tahun 2012. Ada Boko Haram di Nigeria, ada Al Shabab di Kenya, ada NIIS/ISIS di Iraq dan Suriah. Di Yaman, kelompok Houthi diperangi koalisi pimpinan Arab Saudi, dahulu Jazirah Arab, padahal negeri Yaman lama dijuluki “Arabia Felix atau “al Yemen as-Said (Yaman yang berbahagia), adalah orang-orang pertama mencapai kemajuan dan peradaban (Kompas 5/4/2015:4). Radikalisme melahirkan kekerasan, bisa bersumber dari ideologi, politik, disparitas ekonomi, kesenjangan sosial, maupun maltafsir agama yang sempit, parsial, efeknya timbul kekerasan atas nama agama. “Seorang misktikus mengatakan: “The heart of religion is the religion of the hearth. And the hearth of the hearth is peace and love” (Trias Kuncahyono, Kompas 5/4/2015:4). Gerakan radikalisme  dapat dicegah dengan semangat toleransi, inklusifisme, nasionalisme dan pluralisme. Hari Raya Nyepi dirayakan melalui 4 Brata Penyepian, antara lain mematikan lampu sedikitnya 12 jam, dalam suasana sepi, gelap dan jauh dari pernak pernik duniawi. Nyepi  sejak awal sejarahnya menyerukan kedamaian, toleransi, solidaritas, sesuai ajaran weda.
Ancaman perubahan iklim direspon oleh warga dunia melalui kampanye Earth Hour. Earth Hour (Jam Bumi), tahun ini diperingati pada Sabtu 28 Maret 2015, dari jam 20.30 – 21.30 waktu setempat (local time), namun gemanya makin memudar. Nyepi telah ratusan tahun dirayakan melalui antara lain mematikan lampu minimal 12 jam, dipulau Bali tentu tanpa deru mesin pabrik, mesin knalpot  kendaraan, tanpa deru mesin pesawat, dapat dilaksanakan secara masif dan konsisten karena terkait dengan perintah agama Hindu.  

Histori/Sejarah Lahirnya Hari Raya Nyepi
Pemaparan Nyoman S. Pendit (1984), dalam buku: NYEPI HARI KEBANGKITAN DAN TOLERANSI,  secara gamblang memaparkan tentang sejarah  cikal bakal munculnya Hari Raya Nyepi. Dikemukakan bahwa beberapa abad terakhir sebelum Masehi, dataran antara Tibet, Asia Tengah, Persia, Dataran Hulu dan lembah Sungai Sindu, Afganistan, Pakistan, Kashmir, India Barat Laut dihuni penduduk multi ras/etnik, yakni bangsa-bangsa Scytia (Saka), Parthia (Pahlava), Yuech Chi (Cina), Yavana (Yunani) dan Malava (India). Dalam perjalanan sejarah yang panjang kehidupan bangsa–bangsa itu ternyata diwarnai oleh anarkhisme, agitasi, aneksasi, peperangan,  bahkan terjadi genosida  yang menyebabkan kehidupan terus bermusuhan dan prinsip co existence tidak terwujud, kedamaian menjadi barang mahal. Penyebab konflik-konflik itu adalah saling berebut kekuasaan, wilayah dan ekspansi daerah jajahan untuk dapat menguasai wilayah-wilayah baru yang subur.
Tahun 284 Sebelum Masehi, diungkapkan bangsa Pahlava unggul melawan bangsa Yavana dan bangsa Saka. Tahun 128 Sebelum Masehi bangsa Saka yang masih eksis membuat strategi menyebar dan membentuk kerajaan-kerajan kecil atau kshatrapa, sehingga dapat juga menguasai wilayah yang subur. Di sisi lain bangsa Saka mengalami tekanan dari bangsa Yuech Chi, sehingga menyusup ke wilayah selatan di lembah sungai Kafiristan dan Badhaksan. Wilayah Timur dikuasai bangsa Pahlava.  Waktu terus berjalan,  bangsa Pahlava akhirnya mengakui  keunggulan bangsa Saka, sehingga lembah sungai Sindhu dapat dikuasai. Dalam kurun waktu panjang pergulatan antar bangsa itu tersebutlah Maharaja Kaniskha dari Dinasti Kushana berasal dari bangsa Yuech Chi yang mau berintegrasi dengan bangsa Saka dan bangsa Pahlava.  Bergabungnya ketiga bangsa ini merupakan momentum yang dapat menciptakan nuansa baru yang harmoni di bawah pimpinan Maharaja Kaniskha. Hari penobatan ini kemudian ditetapkan menjadi penanggalan Tahun Saka, yakni tahun 78 sesudah Masehi. Masa kekuasannya berakhir tahun 102 sesudah Masehi. Dua agama besar pada waktu itu adalah agama Hindu dan Budha, yang sebelumnya saling beseteru, bermusuhan akhirnya rujuk di bawah kepemimpinan Maharaja Kaniskha, pusat kerajaan di Purusapura. Kehidupan yang pluralis dari aspek etnik/ras dan religi yang dicirikan oleh permusuhan yang terstrukur, sistematis dan masif namun akhirnya berubah dan tercipta kerukunan dan kehidupan damai yang solid.

Read more: Nyepi, Earth Hour dan Radikalisme

Refleksi Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1939, 28 Maret 2017
MAHALNYA KEDAMAIAN
Oleh: I Gusti Bagus Arjana

Semua orang,  semua bangsa di dunia bahkan semua mahluk menghendaki kehidupan yang damai, rukun tanpa konflik. Agama-agama diturunkan kedunia untuk mewujudkan kedamaian yang sangat mulia itu.

Hari raya Nyepi datang lagi, tahun ini berdekatan dengan hari raya Galungan. Umat Hindu memperingati dengan beberapa rangkaian kegiatan sosial dan spiritual, pada hakekatnya melaksanakan ajaran Tri Hita Karana (Bhagawad Gita III:10). Filosofi Trihita Karana (3 sumber kebahagiaan) yakni: dialog, hubungan dengan Prajapati, Tuhan  (Parahyangan), dialog dengn sesama sebagai Praja, manusia (Pawongan), dan hubungan manusia dengan Kamadhuk yakni alam, lingkungan (Palemahan). Jadi Nyepi mewujudkan kebahagiaan yang bersumber dari ketiga hubungan/dialog itu. Jika semua ciptaanNYA atas dasar prakarsa manusia, merasakan kebahagiaan niscaya kedamaian tercipta.
Umat Hindu di NTT, terutama yang bermukim di kota Kupang, antara lain menyelenggarakan: kerja bakti kebersihan, menanam pohon , donor darah, bantuan sembako pada keluarga kurang mampu dan

janda/duda di Taman Nostagia pada Minggu 19 Maret, pengobatan gratis di LP Penfui, dan Melasti (prosesi pawai ke laut di pantai Pasir Panjang, pada 25 Maret, Kirab yang mengarak Ogoh-Ogoh pada 27 Maret diikuti organisasi pemuda lintas agama lengkap dengan Barongsai dan Naga Atoin Meto. Kirab ini dilepas di depan kantor Walikota oleh Walikota Kupang dan sekaligus upacara Taur Kesanga, di lapangan POLDA NTT. Upacara ini untuk mendoakan, memohon keselamatan jagad, dunia beserta semua mahluk ciptaanNYA.  Puncak Nyepi 28 Maret, libur nasional dan Ngembak Geni melakukan simakrama (silaturahmi) keluarga dan 8 April 2017 melaksanakan Dharmasanthi.  Nyepi tahun ini berdekatan dengan Hari Raya Galungan, pada tanggal 5 April 2017.
Makna Nyepi adalah mendoakan, menyerukan terwujudnya kedamaian, sedangkan Galungan Untuk merayakan kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan), segala sifat buruk dan kejahatan manusia. Dua makna hari raya ini sesungguhnya saling berkaitan, karena kedamaian akan terwujud bila segala perilaku hidup manusia di bumi ini didasarkan pada dharma atau kebenaran yang hakiki.
Nyepi Dan Kedamaian.
Tulisan ini lebih menyorot makna Nyepi,  tujuannya adalah beryadnya (berkurban) mendoakan alam semesta, dunia untuk tercapainya kedamaian. Pada kenyataannya kedamain itu mahal, sulit terwujud di dalam diri kita, di rumah tangga kita, di masyarakat di negara kita  bahkan rasa damai di bumi. Konflik pribadi, menimbulkan ketidakdamaian dalam diri karena pertentangan antara keinginan dan norma sosial, norma agama. Konflik rumah tangga merenggut kedamaian karena konflik kepentingan, perbedaan pendapat di antara anggota keluarga. Konflik di masyarakat dapat timbul karena perbedaan, demikian juga kehidupan suatu negara. Kedamaian hilang karena konflik kepentingan, konflik ideologi, ketidakadilan, diskriminasi, hubungan antar kelompok, hubungan antar agama yang disharmoni. 

Read more: Refleksi NYEPI dan Mahalnya Kedamaian

NYEPI DAN GERHANA MATAHARI
Oleh I Gusti Bagus Arjana
Ketua Paruman Walaka,
Parisadha Hindu Dharma Indonesia Provinsi NTT


Agak menarik terjadi tahun ini di mana libur Nyepi tahun Saka 1938 pada 9 Maret 2016 terjadi Gerhana Matahari Total (GMT). Apakah ada korelasi antara Hari Raya Nyepi dan Gerhana Matahari, atau sifatnya kebetulan, atau terjadi secara reguler dalam skala waktu tertentu?. Nyepi dirayakan dalam bentuk antara lain tidak menyalakan lampu (amati geni) selama 24 jam, siang dan malam dan gerhana  menimbulkan gelap sejenak di siang hari, meskipun hanya beberapa menit. .

Gerhana kali ini tidak lagi disambut dengan mitos, namun dipahami sebagai fenomena alam biasa yang kejadiannya langka, karena tidak seluruh permukaan Bumi dapat menyaksikan.. Kini gerhana Matahari dijadikan event wisata di mana beberapa daerah menyambutnya dengan festival budaya, pemerintah dalam hal ini kementerian Pariwisata menjadikannya sebagai momentum untuk menyedot arus wisatawan manca negara  berkunjung ke Indonesia. Di Indonesia akan dapat disaksikan GMT pada tanggal 9 Maret, yang juga bertepatan dengan hari libur nasional. peringatan  Hari Raya Nyepi yang dirayakan oleh umat Hindu.

Nyepi dan Gerhana
Seperti diketahui, Hari Raya Nyepi dirayakan oleh umat Hindu, sekali dalam setahun, biasanaya jatuh setiap bulan Maret, namun tanggalnya yang berbeda. Dalam terminologi sastra Hindu khususnya di Bali, hari Nyepi jatuh pada Tilem Kesanga (bulan kesembilan dalam kalender Bali atau setiap bulan Maret dalam kalender Masehi). Tilem sebagai bulan mati karena saat ini bulan nyaris tidak menampakkan sinarnya, sehingga keadaan gelap sepanjang malam. kondisi sebaliknya adalah Purnama, di mana bulan bersinar secara maksimum, sehingga malam yang gulita menjadi terang benderang. Situasi bulan purnama ini sangat disenangi oleh banyak kalangan, orang-orang menikmati dan mendapatkan inspirasi, dijadikan tema lagu yang bernuansa cinta. Malam bulan Purnama sangat didambakan oleh muda mudi untuk menjalin kasih sehingga sangat bermakna bagi mereka yang sedang kasmaran. Umat Hindu menjadikan hari Tilem dan Purnama, datangnya setiap 15 hari itu untuk bersembahyang memuja dan berbhakti kepada Tuhan yang dilakukan di berbagai Pura.

Read more: NYEPI DAN GERHANA MATAHARI 2016


NYEPI, TOLERANSI DAN EARTH HOUR
Oleh: I Gusti Bagus Arjana

Tema ini nampak relevan dengan kondisi berbangsa saat ini di mana toleransi yang menjadi nafas kerukunan intra dan inter agama di tanah air menghadapi ancaman. Di sisi lain, ancaman itu adalah global climate change   telah direspon oleh warga dunia melalui kampanye Earth Hour, tahun ini  digelar dalam bulan Maret ini.

Histori Nyepi
Penuturan Nyoman S. Pendit (1984), dalam buku: NYEPI HARI KEBANGKITAN DAN TOLERANSI,  secara gamblang memaparkan tentang sejarah  cikal bakal munculnya Hari Raya Nyepi. Dikemukakan bahwa beberapa abad terakhir sebelum Masehi, dataran antara Tibet, Asia Tengah, Persia, Dataran Hulu dan lembah Sungai Sindu, Afganistan, Pakistan, Kashmir, India Barat Laut dihuni penduduk multi ras/etnik, yakni bangsa-bangsa Scytia (Saka), Parthia (Pahlava), Yuech Chi (Cina), Yavana (Yunani) dan Malava (India). Dalam perjalanan sejarah yang panjang kehidupan bangsa–bangsa itu ternyata diwarnai oleh anarkhisme, agitasi, aneksasi, peperangan,  bahkan terjadi genosida  yang menyebabkan kehidupan terus bermusuhan dan prinsip co existence tidak terwujud, kedamaian menjadi barang mahal. Penyebab konflik-konflik itu adalah saling berebut kekuasaan, wilayah dan ekspansi daerah jajahan untuk dapat menguasai wilayah-wilayah baru yang subur.
Tahun 284 Sebelum Masehi, diungkapkan bangsa Pahlava unggul melawan bangsa Yavana dan bangsa Saka. Tahun 128 Sebelum Masehi bangsa Saka yang masih eksis membuat strategi menyebar dan membentuk kerajaan-kerajan kecil atau kshatrapa, sehingga dapat juga menguasai wilayah yang subur. Di sisi lain bangsa Saka mengalami tekanan dari bangsa Yuech Chi, sehingga menyusup ke wilayah selatan di lembah sungai Kafiristan dan Badhaksan. Wilayah Timur dikuasai bangsa Pahlava.  Waktu terus berjalan,  bangsa Pahlava akhirnya mengakui  keunggulan bangsa Saka, sehingga lembah sungai Sindhu dapat dikuasai.
Dalam kurun waktu panjang pergulatan antar bangsa itu tersebutlah Maharaja Kaniskha dari Dinasti Kushana berasal dari bangsa Yuech Chi yang mau berintegrasi dengan bangsa Saka dan bangsa Pahlava.  Bergabungnya ketiga bangsa ini merupakan momentum yang dapat menciptakan nuansa baru yang harmoni di bawah pimpinan Maharaja Kaniskha. Hari penobatan ini kemudian ditetapkan menjadi penanggalan Tahun Saka, yakni tahun 78 sesudah Masehi. Masa kekuasannya berakhir tahun 102 sesudah Masehi. Dua agama besar pada waktu itu adalah agama Hindu dan Budha, yang sebelumnya saling beseteru, bermusuhan akhirnya rujuk di bawah kepemimpinan Maharaja Kaniskha, pusat kerajaan di Purusapura. Kehidupan yang pluralis dari aspek etnik/ras dan religi yang dicirikan oleh permusuhan yang masif namun akhirnya berubah dan tercipta kerukunan dan kehidupan damai yang solid.

Read more: NYEPI, TOLERANSI dan EARTH HOUR

NYEPI MENYERUKAN PERDAMAIAN

Oleh: I Gusti Bagus Arjana
Guru Besar Geografi Lingkungan,
Dosen Program Pascasarjana dan FKIP, Undana

 

Umat Hindu tanggal 5 Maret 2011 kembali merayakan Hari Raya Nyepi, sebagai tanda memasuki Tahun Baru Saka 1933. Kehadiran Nyepi sebagai tahun baru keagamaan menambah indahnya kebhinekaan bangsa ini.
Sungguh indah bumi kita yang hanya satu ini, diberikan berbagai anugerah besar oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Diciptakan bumi dengan segala  isinya, dengan segala unsurnya, termasuk mahluk hidup dan tentu juga manusia. Berbagai agama juga diciptakanNYA, di pinggir barat benua Asia lahir agama-agama Kristen, Katholik, Islam, Yahudi dengan sekte-sekte/aliran yang beragam pula. DI pinggir selatan lahir agama-agama Hindu, Budha dan Sikh, dengan segala aliran dan sekte. Di pinggir timur ada agama Konghucu, Sinto dan Tao juga dengan berbagai alirannya. Setiap agama memiliki hari raya/penting berdasarkan perhitungan masing-masing, termasuk pergantian tahun.
Cikal Bakal Hari Nyepi
Menurut Nyoman S. Pendit (1984), dalam buku : NYEPI HARI KEBANGKITAN DAN TOLERANSI, mengungkap sejarah  cikal bakal munculnya Hari Raya Nyepi. Dikemukakan bahwa beberapa abad terakhir sebelum Masehi, dataran antara Tibet, Asia Tengah, Persia, Dataran Hulu dan lembah Sungai Sindu, Afganistan, Pakistan, Kashmir, India Barat Laut dihuni penduduk multi ras/etnik, yakni bangsa-bangsa Scytia (Saka), Parthia (Pahlava), Yuech Chi (Cina), Yavana (Yunani) dan Malava (India). Dalam perjalanan sejarah yang panjang kehidupan bangsa–bangsa itu ternyata diwarnai oleh permusuhan, peperangan, anarkhisme, agitasi, aneksasi,  bahkan terjadi genosida. Penyebab konflik-konflik itu adalah saling berebut kekuasaan, wilayah dan ekspansi daerah jajahan untuk dapat menguasai wilayah-wilayah baru yang subur.
Dalam kurun waktu panjang pergulatan antar bangsa itu tersebutlah Maharaja Kaniskha dari Dinasti Kushana yang berasal dari bangsa Yuech Chi. yang mampu mempersatukan dan mendamaikan bangsa-bangsa itu. Termasuk bangsa Saka dan bangsa Pahlava.  Berdamainya bangsa-bangsa ini merupakan momentum yang dapat menciptakan nuansa baru yang harmoni di bawah pimpinan Maharaja Kaniskha, sehingga beliau diangkat menjadi maharaja. Hari penobatan ini kemudian ditetapkan menjadi penanggalan Tahun Saka, yakni tahun 78 sesudah Masehi. Masa kekuasannya berakhir tahun 102 sesudah Masehi. Dua agama besar pada waktu itu adalah agama Hindu dan Budha, yang sebelumnya saling beseteru, bermusuhan akhirnya rujuk di bawah kepemimpinan Maharaja Kaniskha, pusat kerajaan di Purusapura. Kehidupan yang pluralis dari aspek etnik/ras dan religi yang dicirikan oleh permusuhan yang masif  akhirnya berubah dan tercipta kerukunan dan kehidupan damai yang solid. Hari penobatan itulah diperingati sebagai hari raya Nyepi yang jatuh setiap bulan Maret.
Pentingnya Seruan Perdamaian
Konflik, bermusuhan bahkan perang selalu mewarnai  kehidupan manusia. Kasus Cikeusik yang merupakan konflik internal dan kasus Temanggung yang merupakan konflik eksterna/inter agama merupakan bukti bahwa konflik dan permusuhan tetap merupakan tantangan, kebinekaan Indonesia kembali tercabik-cabik, toleransi telah memudar.

Read more: Nyepi Menyerukan Perdamaian